Minyak Goreng Satu Harga, Pasar Tradisional di Sulbar Belum Sesuaikan Harga

  • Bagikan

MAMUJU — Kebijakan satu harga minyak goreng telah diberlakukan sejak pekan lalu. Namun belum semua pedagang mengikutinya.

Mengatasi persoalan melonjaknya harga minyak goreng, pemerintah pusat pun memutuskan memberikan subsidi. Anggarannya bersumber dari dukungan pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 7,6 triliun. Dengan begitu, harga yang seharusnya berlaku saat ini adalah Rp 14.000/liter.

Pemberlakuan kebijakan satu harga untuk minyak goreng di seluruh Indonesia dimulai dari toko-toko retail. Kemudian, harus diikuti oleh pedagang di pasar tradisional, yang diberikan waktu penyesuaian selambat-lambatnya sepekan dari tanggal pemberlakuan.

Namun hingga Selasa 25 Januari 2022, minyak goreng satu harga belum berlaku di seluruh pasar tradisional di Sulbar. Para pedagang berkilah, enggan merugi karena harga pasokan lebih tinggi dibanding harga penjualan.

Seperti di Pasar Sentral dan Pasar Regional Mamuju. Pedagang di kedua pasar tersebut, masih menjual minyak goreng seharga Rp 21.000/liter. Salah seorang pedagang di Pasar Regional Mamuju, Ana, menuturkan, sejak berlaku minyak satu harga di toko retail modern, pelanggannya berkurang. Namun begitu, dirinya tak dapat langsung ikut menurunkan harga. “Masih ada yang beli, tapi tidak seperti kemarin-kemarin. Jadi susah juga habiskan stok,” kata Ana.

Ana mengaku telah mendapat konfirmasi dari pihak distributor, harga minyak goreng untuk pasar tradisional akan mengikuti ketetapan pemerintah. Namun ia juga belum bisa melakukan pemesanan karena stok minyak goreng yang dimilikinya masih cukup banyak. “Modal terbatas dan kalau tidak habis ini stok lama, takutnya nanti tidak laku,” pungkas Ana.

Hal sama pun terjadi di Majene. Seorang pedagang di Pasar Sentral Majene Mina menuturkan, menunggu penarikan barang lama dari distributor. “Kalau belum ditarik kita belum bisa menjual Rp 14.000, karena kami akan rugi,” ungkapnya.

Kata dia, harga jual minyak goreng saat ini masih Rp 20.000/liter. “Kami jual dengan harga Rp 20.000/liter karena harga dari distributor memang mahal. Kami hanya untung Rp 200/liter,” ungkapnya.

Pernyataan sama disampaikan pedagang di Pasar Makau Mamasa Ponni Aini. Ia menjual minyak goreng di atas harga Rp 14.000/liter. Sebab, barang yang ia jual masih stok lama. Menurutnya, harga minyak goreng kemasan yang ia jual berbeda-beda, tergantung merk. Ada yang Rp 22.000/kemasan 900 ml, hingga Rp 24.000/kemasan satu liter.

Pegawai di salah satu toko kebutuhan rumah tangga di Mamasa, Nanni, menyampaikan harga minyak goreng di tokonya belum turun. “(Harga) belum turun. Besok pi baru turun. Stoknya baru mau datang besok (hari ini),” ujarnya.

Tak jauh berbeda, kondisi di Polewali Mandar (Polman). Pedagang di pasar tradisional masih belum menjalankan ketetapan pemerintah tersebut. Salah satu pedagang, Ulfa mengatakan, masih menjual minyak di atas dari harga ketentukan pemerintah karena masih menggunakan harga lama.

“Kita belum terapkan harga baru, karena belum ada jaminan pemberian subsidi barang yang sudah kita beli sebelumnya. Sehingga harganya masih harga lama.” terang Ulfa.

Pantau Distributor

Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Mamuju Abdul Syahid Pattoeng mengakui, satu harga belum dapat berlaku di pasar tradisional, lantaran para pedagang masih menjual stok lama. “Mereka masih menjual stok lama, makanya pedagang belum bisa menyesuaikan harga,” kata Syahid saat dikonfirmasi, Selasa 25 Januari 2022.

Syahid mengaku, telah melakukan pemantauan dan sedang berupaya berkoordinasi dengan sejumlah distributor minyak goreng di Kota Mamuju. Agar minyak goreng di pasar tradisional bisa ditarik kembali, diganti dengan minyak goreng satu harga.

Namun Syahid mengungkapkan, saat ini stok minyak goreng di distributor sangat terbatas. Bahkan ada distributor yang tidak memiliki stok. Untuk itu, Syahid mengimbau distributor, pedagang maupun konsumen tidak melakukan tindakan penimbunan minyak goreng, dan mengikuti kebijakan.

Awasi Spekulasi

Sementara Kepala Diskoperindag Majene Busri Kamedi menuturkan, akan melakukan pengawasan dan monitoring di lapangan. Itu agar tak ada aksi-aksi spekulasi dari para pedagang.

“Jangan sampai nanti mereka memborong pasokan yang dibawa kampas untuk dijual mahal lagi. Bila masih harga Rp 16.000/liter, kami masih toleransi. Tapi kalau di atas itu, sudah tak wajar. Olehnya, kita akan selalu monitoring agar harga minyak goreng ini bisa tetap stabil,” jelasnya.

Tak Ada Solusi

Terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Disperindag Polman Andi Chandra Sigit mengatakan, yang jadi permasalahan adalah pedagang pasar tradisional membeli dengan harga lama sementara belum ada pasokan terbaru yang mengantarkan barangnya.
“Mereka mau menjual sesuai harga yang ditetapkan pemerintah, tapi kerugian pembelian pada saat harga Rp 20.000 siapa yang akan ganti? Itulah yang menjadi kendala,” kata Chandra.

Ia pun tak menemukan solusi untuk membuat pedagang memenuhi aturan pemerintah. “Dari pantauan di lapangan harga masih Rp 21.000/liter. Belum ada jaminan mengganti kerugian pedagang tradisional. Kecuali langsung digantikan produk lamanya, mereka siap jalankan satu harga,” sebutnya.

Hal senada disampaikan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi, Perindustrian, UMKM dan Perdagangan Kabupaten Mamasa Wardiansyah. Ia mengatakan, pedagang ingin menurunkan harga menjadi Rp 14.000/liter jika pemerintah mensubsidi minyak goreng mereka yang terlanjur dibeli dengan harga tinggi.

“Pedagang di pasar tradisional juga telah diimbau melakukan penerapan satu harga minyak goreng. Namun, karena stok untuk harga Rp 14.000 di pasar tradisional juga belum masuk,” tambahnya. (zul-mab-rez-arf/dir)

  • Bagikan